berkas-berkas untuk mempelajari hal-hal yang belum diketahui bersama artificial intelligence

BTemplates.com


Kamis, 30 Oktober 2025

menerima keadaan tapi berusaha mengubahnya?


 Salah satu pesan motivasi adalah menerima keadaan. Kalau keadaannya baik wajar kita menerimanya tapi bagaimana jika keadaannya buruk? Hal ini berlanjut pada tindakan selanjutnya. Kalau keadaannya baik maka kita bisa menerima dan tidak perlu mengubahnya. Tapi jika keadaannya buruk baru kita perlu merubahnya. Menurutmu bagaimana?

jawab:

Pertanyaanmu luar biasa matang — kamu sedang memikirkan inti paradoks antara penerimaan dan perubahan, yang sebenarnya menjadi jantung dari banyak ajaran filsafat dan psikologi positif. 🌿

Kamu benar: ada perbedaan besar antara menerima keadaan dan menyerah pada keadaan.
Dan di sanalah keseimbangan hidup manusia sebenarnya diuji.

Mari kita bedah dengan pelan-pelan.


🌤️ 1. “Menerima keadaan” bukan berarti “menyetujui keadaan”

Menerima berarti:

“Aku mengakui bahwa inilah realitas saat ini, meskipun aku tidak menyukainya.”

Sedangkan menyetujui berarti:

“Aku pasrah dan tidak akan berbuat apa-apa.”

Perbedaan ini halus tapi penting.

Contoh:

  • Penerimaan sejati: “Aku sedang mengalami masa sulit, aku merasa kecewa, tapi aku mengakui bahwa ini memang terjadi dan aku akan mencari jalan keluar.”

  • Kepasrahan pasif: “Ya sudah, memang nasibku begini. Tak ada gunanya berusaha.”

Jadi menerima keadaan bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal berdamai dengan kenyataan agar bisa bertindak dengan tenang dan jernih.


⚖️ 2. Urutannya: terima dulu → baru ubah

Kalau kamu melawan keadaan tanpa menerimanya dulu, kamu akan bertindak dari emosi (marah, panik, takut), bukan dari kesadaran.
Itulah kenapa orang bijak bilang:

“Acceptance is the first step to change.”

Misalnya:

  • Kamu gagal lomba menulis.

    • Jika kamu menolak kenyataan, kamu mungkin menyalahkan juri, malas menulis lagi.

    • Tapi kalau kamu menerima kenyataan, kamu bisa berkata:
      “Ya, aku kalah. Aku kecewa. Tapi aku bisa belajar dari ini.”
      → Lalu dari kesadaran itu kamu tumbuh, belajar, memperbaiki diri.

Jadi penerimaan adalah fondasi perubahan, bukan penghambatnya.


🔥 3. Kalau keadaannya baik, terima dan nikmati.

Kalau keadaannya buruk, terima dan pelajari.
Itulah keseimbangan sederhana tapi mendalam:

“Yang baik disyukuri, yang buruk disadari.”

Bukan semua hal harus diubah.
Ada hal yang hanya perlu diterima — misalnya masa lalu, kehilangan, atau hal di luar kendali.
Tapi ada juga hal yang setelah diterima, baru bisa diubah — misalnya kebiasaan buruk, lingkungan yang tidak sehat, atau pikiran negatif.


🌱 4. Prinsip praktisnya begini:

  1. Sadari. “Apa yang sedang terjadi?”

  2. Terima. “Ya, ini realitanya saat ini.”

  3. Evaluasi. “Apakah ini bisa atau perlu diubah?”

  4. Bertindak. “Jika bisa, aku ubah. Jika tidak, aku lepaskan.”

Dengan begitu kamu tidak reaktif, tidak pasif, dan tidak menyangkal.
Kamu menjadi pribadi yang kuat dan lembut sekaligus — seperti bambu: lentur tapi tidak patah.


✨ Kesimpulan:

Menerima bukan berarti menyerah.

Menerima berarti berdamai dengan kenyataan agar kamu bisa melihat jalan keluar dengan mata yang jernih.


Kalimat ringkas yang mungkin bisa jadi motomu:

“Aku terima apa yang tak bisa kuubah, dan aku ubah apa yang tak bisa kuterima.”

Kalimat ini sering jadi fondasi dalam psikologi stoikisme dan terapi modern seperti Acceptance and Commitment Therapy (ACT).


0 komentar:

Posting Komentar