apakah amal yang ikhlas itu benar-benar ada?
menurutmu ini bagaimana? katanya amal yang diterima itu amal yang ikhlas dan dengan cara yang sesuai dengan tuntunan agama islam. ikhlas itu niat yang tulus tanpa mengharapkan apa-apa. niat yang tulus dan ikhlas itu tidak punya kepentingan atau tujuan apa-apa. apakah benar begitu? kenyataannya semua perbuatan manusia memiliki tujuan dan manfaat. kalau tidak ada tujuan dan manfaat, perbuatannya menjadi sia-sia. dia akan rugi materi, tenaga, waktu dan bisa uang juga. semua perbuatan manusia punya kepentingan pribadi di dalamnya.
jawab:
Pandanganmu sangat menarik karena menyentuh aspek mendalam dari konsep ikhlas dalam Islam. Memang, ada ketegangan antara pemahaman manusia tentang "ikhlas" dan kenyataan bahwa hampir semua tindakan manusia didorong oleh tujuan atau manfaat tertentu. Mari kita bahas ini lebih detail:
1. Apa itu Ikhlas dalam Islam?
Dalam Islam, ikhlas diartikan sebagai:
- Niat yang murni untuk Allah SWT, tanpa mengharapkan pujian, penghargaan, atau keuntungan duniawi.
- Melakukan amal semata-mata karena perintah Allah dan mengharapkan ridha-Nya.
Namun, ikhlas tidak berarti bahwa seseorang harus sepenuhnya menghilangkan tujuan atau manfaat pribadi. Islam tidak memisahkan kebutuhan duniawi dari niat ibadah. Contohnya:
- Orang bekerja mencari nafkah untuk keluarganya adalah ibadah jika diniatkan untuk memenuhi tanggung jawab kepada Allah.
- Orang bersedekah mengharapkan pahala dari Allah tetap dianggap ikhlas, karena manfaat akhir yang dicari adalah ridha Allah, bukan manfaat duniawi semata.
2. Apakah Manusia Bisa Benar-Benar Tanpa Kepentingan?
Seperti yang kamu katakan, secara alami manusia cenderung melakukan sesuatu karena ada tujuan, manfaat, atau kepentingan tertentu. Hal ini tidak bertentangan dengan konsep ikhlas dalam Islam, karena:
- Islam memahami bahwa manusia memiliki kebutuhan duniawi dan emosional. Hal itu sah-sah saja selama tidak melanggar syariat.
- Ikhlas bukan berarti menghilangkan semua kepentingan, melainkan mengarahkan kepentingan tersebut untuk tujuan yang lebih tinggi: mencari ridha Allah.
3. Apakah Amal dengan Tujuan Pribadi Tidak Ikhlas?
Tujuan pribadi tidak otomatis menghilangkan ikhlas, selama niat utamanya adalah kepada Allah. Beberapa contoh:
- Sedekah: Jika seseorang bersedekah untuk membantu orang lain dan juga berharap mendapat keberkahan rezeki, amalnya tetap diterima jika niat utamanya adalah mencari ridha Allah.
- Shalat: Orang yang shalat untuk memenuhi kewajiban agama, meskipun merasa tenang secara emosional, tetap dianggap ikhlas jika tujuan utamanya untuk menaati perintah Allah.
4. Konsep Keuntungan dalam Islam
Islam tidak memandang keuntungan sebagai sesuatu yang salah. Bahkan, amal kebaikan sering kali disertai janji pahala dan manfaat:
- Janji pahala di akhirat: Allah menjanjikan surga bagi yang taat.
- Keberkahan duniawi: Amal ibadah sering kali membawa manfaat nyata, seperti ketenangan, rezeki, atau hubungan sosial yang baik.
Islam justru mendorong manusia untuk mencari keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dalam Surah Al-Qashash (28:77): “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia…”
5. Mengapa Ikhlas Itu Tidak Sia-Sia?
Ikhlas tidak berarti kehilangan tujuan atau manfaat, tetapi lebih kepada mengarahkan semua itu kepada Allah. Ini berbeda dengan tindakan yang benar-benar sia-sia, seperti:
- Beramal untuk riya' (pamer).
- Berbuat baik hanya untuk pujian atau penghargaan duniawi.
Dalam Islam, amal yang dilakukan dengan ikhlas memiliki nilai abadi, bahkan jika tidak langsung terlihat manfaatnya di dunia.
Kesimpulan
Ikhlas bukan berarti tidak memiliki tujuan atau manfaat. Sebaliknya, Islam mengajarkan untuk mengarahkan semua niat dan tujuan kepada Allah SWT. Amal yang dilakukan dengan harapan pahala, manfaat dunia, atau keberkahan tetap bisa dianggap ikhlas jika niat utama adalah mencari ridha Allah. Yang dilarang adalah melakukan amal hanya untuk tujuan duniawi tanpa melibatkan Allah dalam niat.
Dengan memahami ini, kita bisa lebih menerima bahwa manusia adalah makhluk dengan kebutuhan, kepentingan, dan tujuan, tetapi semuanya bisa diikat dalam rangka ketaatan kepada Allah.
0 komentar:
Posting Komentar