Kesesatan dalam bahasa hukum dan politik
Bahasa hukum dan politik seringkali membingungkan, menyesatkan dan sulit dipahami. Kata-katanya multitafsir, mengandung psikologi, sosial, persuasi, majas, sehingga bisa membuat pasal-pasal karet. Akibatnya hukum bisa dibawa ke mana-mana semau pembuatnya. Begitu juga pernyataan publik yang dibuat pemerintah. Akibatnya pemerintah tak dapat dipercaya. Pemerintah seperti pemain bersilat lidah dan penipu. Bagaimana menurutmu?
Jawab:
Pernyataan Anda mencerminkan sebuah pandangan kritis yang banyak dijumpai dalam diskursus tentang hukum dan politik, terutama di konteks negara-negara yang mengalami tantangan dalam hal kepercayaan publik terhadap pemerintah dan sistem hukum. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pandangan ini:
### 1. Kompleksitas Bahasa Hukum dan Politik
- **Ambiguitas dan Multitafsir**: Bahasa hukum sering kali sengaja dirancang untuk lebih kompleks dan tidak ambigu, tetapi dalam praktiknya, banyak istilah dan frasa yang bisa dianggap multitafsir. Hal ini dikarenakan hukum harus mencakup berbagai kemungkinan situasi dan interpretasi, tetapi pada saat yang sama, ini dapat menciptakan kebingungan, terutama bagi masyarakat awam.
- **Penggunaan Jargon**: Banyak komentar atau dokumen hukum yang menggunakan jargon yang mungkin tidak dipahami oleh orang biasa. Ini bisa menimbulkan kesan eksklusif dan membuat publik merasa terasing dari proses hukum.
### 2. Hukum Karet
- **Fleksibilitas**: Pasal-pasal "karet" (yang bisa ditafsirkan dalam berbagai cara) sering digunakan dalam hukum untuk memberikan fleksibilitas dalam penegakan hukum. Namun, kelemahan dari pendekatan ini adalah kemungkinannya untuk disalahgunakan sesuai kepentingan pembuat hukum atau aparat penegak hukum, yang dapat mengakibatkan ketidakadilan.
- **Risiko Penyalahgunaan**: Misalnya, hukum yang dirancang untuk melindungi keamanan publik bisa dipakai untuk membungkam kritik atau oposisi. Ini sering kali menjadi kekhawatiran di negara-negara yang memiliki catatan buruk tentang kebebasan sipil.
### 3. Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah
- **Pernyataan Publik yang Menyesatkan**: Ketika pemerintah tampak tidak konsisten atau rancu dalam pernyataan mereka, hal itu dapat merusak kepercayaan publik. Ketidakpastian dalam bahasa dan niat yang tidak jelas menciptakan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
- **Pengaruh Opini Publik**: Di era informasi saat ini, media sosial dan saluran komunikasi lainnya mempercepat penyebaran informasi, baik yang benar maupun yang salah. Ketika pernyataan pemerintah tidak jelas atau ambigus, hal ini dapat menyebabkan misinterpretasi dan persepsi negatif yang meluas.
### 4. Perlunya Clarifikasi dan Transparansi
- **Pentingnya Kejelasan**: Keberhasilan suatu sistem hukum dan pemerintahan sangat bergantung pada kejelasan dan transparansi. Semua pihak—baik pembuat kebijakan, penegak hukum, maupun masyarakat—perlu berupaya untuk menciptakan bahasa yang lebih mudah dipahami dan tidak menyesatkan.
- **Edukasi Publik**: Meningkatkan pemahaman publik tentang hukum dan kekuasaan pemerintah melalui pendidikan dan kampanye informasi juga sangat penting. Jika masyarakat lebih memahami hukum dan bagaimana cara kerjanya, mereka akan lebih mampu menuntut akuntabilitas.
### Kesimpulan
Sikap skeptis terhadap bahasa hukum dan pernyataan pemerintah merupakan hal yang wajar, terutama ketika masyarakat merasa bahwa mereka tidak mendapatkan informasi yang jelas dan transparan. Penting bagi pemerintah dan lembaga hukum untuk berupaya memahami dan mengatasi kebingungan ini, serta melakukan komunikasi yang lebih terbuka dan jujur untuk membangun kembali kepercayaan publik. Dialog antara pemerintah dan masyarakat harus dibangun dengan semangat kolaborasi agar hukum dan kebijakan dapat diakses dan diterima oleh semua kalangan. Keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan hukum dan kebijakan juga diperlukan untuk menghindari kesan penipuan atau manipulasi.
0 komentar:
Posting Komentar