makna hadist memerangi orang kafir hingga masuk islam
di dalam hadist arbain nawawi ada hadist yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda,"aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah ..." teks hadist itu memberikan makna islam memaksakan orang-orang masuk islam. jika tidak maka akan diperangi. hadist di atas memberikan kesan islam intoleran. bagaimana tafsirnya yang sebenarnya?
jawab:
Hadits yang Anda rujuk terdapat dalam *Hadits Arbain* (Hadits ke-8 dari Imam Nawawi), di mana Rasulullah SAW bersabda:
> *“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan itu, maka darah dan harta mereka terjaga dariku kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka diserahkan kepada Allah.”* (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini sering dipahami secara keliru, karena konteks historisnya tidak selalu dijelaskan. Mari kita perjelas makna dan penafsiran hadits ini agar sesuai dengan nilai-nilai Islam tentang toleransi dan kebebasan beragama.
### 1. **Konteks Historis dan Sosiopolitik**
Hadits ini diturunkan dalam konteks di mana Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin menghadapi ancaman dari suku-suku Arab yang memusuhi dakwah Islam. Banyak suku saat itu yang tidak hanya menolak Islam, tetapi juga memerangi umat Islam secara agresif, mengusir mereka dari tanah kelahiran mereka di Mekah, dan mengancam keberadaan masyarakat Muslim yang baru berkembang di Madinah.
Di masa itu, "memerangi" bukanlah tindakan pemaksaan masuk Islam secara buta, melainkan bagian dari mempertahankan diri terhadap pihak-pihak yang menghalangi dan memusuhi dakwah dengan kekerasan. Jadi, “memerangi” dalam konteks ini lebih terkait dengan mempertahankan keamanan, bukan semata-mata memaksakan keyakinan.
### 2. **Makna “Memerangi” dalam Hadits Ini**
Menurut ulama tafsir, kata “memerangi” di sini tidak ditujukan kepada semua orang non-Muslim, tetapi kepada pihak-pihak yang mengancam keamanan umat Islam dan aktif memusuhi mereka. Sebagai contoh, Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam *Fathul Bari* menjelaskan bahwa hadits ini berbicara mengenai kaum musyrik di Jazirah Arab yang melawan dan mengancam umat Islam secara fisik. Tindakan ini bukanlah seruan untuk memerangi setiap orang yang tidak beriman, tetapi seruan untuk mempertahankan umat Islam dari serangan musuh.
Sebagai tambahan, hadits ini tidak berarti memaksakan Islam kepada setiap individu non-Muslim. Dalam Al-Qur’an, terdapat prinsip penting yang disebutkan dalam ayat yang berbunyi: *“Tidak ada paksaan dalam agama…”* (QS. Al-Baqarah [2]: 256). Ayat ini menunjukkan bahwa keimanan harus datang dari keyakinan hati, bukan paksaan atau ancaman.
### 3. **Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Non-Muslim**
Dalam praktiknya, Nabi Muhammad SAW juga memperlakukan komunitas-komunitas non-Muslim seperti Yahudi dan Nasrani dengan keadilan dan menjamin hak-hak mereka untuk tetap menjalankan agama mereka di bawah perlindungan negara Islam. Di Madinah, Nabi bahkan membuat *Piagam Madinah*, yang merupakan kesepakatan damai yang menjamin keamanan dan hak-hak beragama bagi semua warga kota, termasuk yang bukan Muslim. Ini menunjukkan bahwa pemahaman bahwa Islam memerangi semua non-Muslim adalah keliru dan bertentangan dengan contoh Rasulullah.
### 4. **Penafsiran Ulama Kontemporer**
Banyak ulama kontemporer menafsirkan hadits ini dalam konteks yang lebih luas sebagai perintah untuk menghadapi segala bentuk ancaman terhadap keamanan Islam dan umatnya, bukan untuk memaksakan Islam kepada orang lain. Mereka menekankan bahwa Islam menghormati hak kebebasan beragama, dan perang dalam Islam diperbolehkan hanya dalam kondisi mempertahankan diri (defensif), bukan sebagai alat pemaksaan keyakinan.
### 5. **Relevansi Hadits dalam Konteks Modern**
Dalam konteks modern, di mana umat Islam hidup berdampingan dengan orang-orang dari berbagai agama, hadits ini tidak berarti memerangi setiap orang yang bukan Muslim. Sebaliknya, Islam mendorong umatnya untuk hidup dengan damai, menghormati kebebasan beragama, dan membina hubungan baik dengan semua manusia.
Nilai-nilai Islam tentang toleransi dan perdamaian sangat jelas dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang menekankan keadilan dan perdamaian. Surat Al-Mumtahanah ayat 8, misalnya, menyebutkan bahwa umat Islam harus berbuat baik dan berlaku adil kepada orang yang tidak memerangi mereka.
### Kesimpulan
Hadits yang menyatakan “memerangi manusia hingga mereka bersaksi...” harus dipahami dalam konteks sejarah peperangan di Jazirah Arab dan ancaman nyata yang dihadapi umat Islam pada masa awal dakwah. Hadits ini bukan seruan untuk memaksakan agama Islam atau bertindak intoleran, tetapi lebih pada menjaga keselamatan dan keamanan umat Muslim dari mereka yang mengancam dan memusuhi. Dalam Islam, tidak ada paksaan dalam agama, dan hidup berdampingan secara damai serta menghormati hak orang lain adalah prinsip yang dianjurkan.
0 komentar:
Posting Komentar