berkas-berkas untuk mempelajari hal-hal yang belum diketahui bersama artificial intelligence

BTemplates.com


Jumat, 18 Oktober 2024

Malam di rumah angker


Sore itu, saya dan tiga teman saya, Rudi, Dika, dan Sari, memutuskan untuk menjelajahi rumah tua yang sudah lama ditinggalkan di pinggir desa kami. Konon, rumah tersebut angker dan sering terdengar suara tangisan di malam hari. Meskipun kami tahu tentang kisah mistisnya, rasa ingin tahu kami mengalahkan rasa takut.


Setibanya di depan pagar kayu yang sudah lapuk, angin malam berhembus dingin. Kami melangkah perlahan menuju pintu utama yang hampir runtuh. Suasana di sekitar terasa sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki kami. Rudi dan Dika berusaha bersikap berani, sementara Sari terlihat sedikit ketakutan.


Pintu rumah perlahan kami dorong, dan suara berderit yang menyeramkan terdengar. Kami melangkah masuk ke dalam ruang tamu yang dipenuhi debu dan kegelapan. Di dinding, terdapat foto-foto tua yang tampak samar, seolah-mereka memandangi kami dengan tatapan kosong.


“Kita harus menjelajahi lantai atas,” ujar Dika, berusaha mengangkat semangat. Kami pun naik ke tangga yang berdecit, cahaya senter kami menyinari setiap sudut yang gelap. Namun, saat kami sampai di lantai atas, salah satu pintu di ujung koridor tampak sedikit terbuka, meski tidak ada angin yang berhembus.


Dengan rasa penasaran, kami mendekati pintu itu. Begitu kami membukanya, aroma busuk langsung menyeruak, membuat perut kami mual. Di dalam kamar, terdapat ranjang berdebu dan lemari tua yang tampak seperti menyimpan banyak rahasia. Di atas ranjang, tergeletak sebuah boneka porcelaine yang melotot dengan mata kosong.


“Siapa yang meninggalkan ini di sini?” tanya Sari, suaranya bergetar. Tiba-tiba, kami mendengar suara gemerisik dari belakang. Kami berbalik dan melihat bayangan hitam bergerak cepat menjauh. Kami saling memandang dengan ekspresi ketakutan.


“Sudahlah, mungkin itu hanya angin,” kata Rudi, meski suaranya tidak meyakinkan. Kami berusaha bertahan, tetapi ketegangan semakin meningkat. Suara tangisan mulai terdengar, lembut namun menyayat hati. Kami berlari menuju tangga untuk keluar, tetapi suasana sudah sangat menegangkan.


Ketika kami mencapai pintu keluar, pintu itu tiba-tiba tertutup dengan keras, membuat kami melompat kaget. Dalam keadaan panik, kami mencoba membuka pintu, tetapi seolah terjaga dari kekuatan yang tidak terlihat. Tangisan itu semakin keras, dan kami bisa merasakan udara di sekitar terasa semakin berat.


“Apa yang kita lakukan?!” teriak Dika. Kami mulai berteriak, mendorong pintu sekuat tenaga, dan akhirnya setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, pintu terbuka. Kami langsung melesat keluar, berlari secepat yang kami bisa tanpa pernah menoleh ke belakang. Suara tangisan itu seakan mengikuti kami.


Sesampainya di luar, kami berhenti sejenak untuk mengatur napas. Glembung ketakutan masih memenuhi hati kami. Rumah angker itu tetap mengintai, bersembunyi di dalam kegelapan malam.


Kami berjanji untuk tidak kembali lagi, meskipun rasa ingin tahu masih terdalam di hati kami. Kini, setiap kali malam tiba, saya tidak bisa tidur tenang, teringat akan malam di rumah angker dan suara tangisan yang akan selalu menghantui ingatan kami.

0 komentar:

Posting Komentar