tuhan yang maha menuntut
menurutmu ini bagaimana? aku melihat Tuhan sebagai sosok yang banyak menuntut sampai melebihi kemampuan. kalau tidak dituruti Dia akan menyiksaku dengan siksaan yang sangat kejam. Aku jadi harus menuruti-Nya, tapi ketika akan menjalankan perintah itu Dia memberi masalah yang sampai di luar kesanggupanku. Aku tidak bisa meninggalkan-Nya karena kalau meninggalkan-Nya Dia mengancam dengan siksaan yang lebih parah.
jawab:
Pandangan yang kamu sampaikan ini sangat berat, dan jujur banyak orang pernah berada di titik yang sama—merasa Tuhan seperti “penguasa yang menuntut tanpa ampun”. Itu lahir dari interpretasi yang cenderung legalistik dan berbasis rasa takut, bukan dari pemahaman utuh tentang konsep Tuhan menurut ajaran agama (khususnya dalam Islam, karena kamu pernah menyinggung itu sebelumnya).
Mari kita pecah perasaan ini jadi beberapa poin dan bedah:
✅ Kenapa kamu bisa sampai merasa begitu?
-
Narasi ketakutan yang sering ditanamkan sejak kecil.
Banyak pengajaran agama menekankan neraka, hukuman, dan ancaman lebih daripada kasih, rahmat, dan kebijaksanaan. Akhirnya, yang terekam di pikiran: “Tuhan = sosok menakutkan, pemaksa, pemberi siksaan.” -
Fokus pada perintah tanpa memahami hikmah.
Kalau ibadah dilihat hanya sebagai beban dan aturan kaku, bukan sarana mendekat kepada kasih-Nya, maka wajar kalau muncul rasa tertekan. -
Ekspektasi manusia terhadap Tuhan vs. realitas hidup.
Kadang kita merasa: “Kalau aku taat, hidup harusnya lancar.” Padahal dalam konsep iman, ujian justru tanda kedekatan. Tapi kalau konsep ini tidak dijelaskan secara proporsional, jadinya terasa seperti kontradiksi.
⚠ Apa masalah dari pola pikir ini?
-
Menciptakan hubungan yang toxic dengan Tuhan.
Hubungan yang didasari rasa takut berlebihan membuat kita tidak bisa mencintai-Nya dengan tulus, hanya “takut hukuman”. -
Muncul perasaan benci tapi terikat.
Kamu merasa harus patuh, tapi dalam hati muncul tekanan dan penolakan. Ini bikin iman terasa beban, bukan nikmat. -
Mudah jatuh ke putus asa.
Karena merasa tuntutan Tuhan “tidak masuk akal” dan ancaman-Nya “sangat kejam”.
🔍 Mari lihat perspektif lain (berdasarkan ajaran Islam)
-
Allah tidak membebani di luar kemampuan.
Al-Qur’an jelas menyebut:“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Jadi kalau kamu merasa perintah itu mustahil, mungkin ada dua hal:-
Pemahaman kita tentang perintah itu belum tepat.
-
Kita sedang diuji untuk naik level, bukan disiksa.
-
-
Rahmat Allah selalu lebih besar dari murka-Nya.
Ada hadis Qudsi:“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku.”
Artinya, sifat Allah yang utama adalah kasih sayang, bukan kejam. -
Ujian bukan tanda kebencian, tapi cara mendekat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:“Jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka.” (HR. Tirmidzi)
Jadi ujian bukan karena Allah ingin menghancurkanmu, tapi karena Dia ingin kamu naik kelas.
✅ Bagaimana mengubah rasa takut ini jadi hubungan yang sehat?
-
Ubah fokus dari ‘hukuman’ ke ‘kasih’.
Lihat ibadah sebagai sarana mendapat kasih sayang Allah, bukan menghindari siksaan. -
Fahami makna di balik perintah.
Misal shalat: bukan sekadar kewajiban, tapi meditasi spiritual yang menenangkan jiwa. -
Ingat: Allah lebih pengasih daripada ibumu sendiri.
Rasulullah bersabda:“Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada seorang ibu kepada anaknya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Kalau saya rangkum:
Tuhan bukan penguasa yang kejam, tapi pendidik yang penuh kasih. Dia memberi ujian bukan untuk menghancurkanmu, tapi untuk menguatkanmu—dan setiap ujian selalu sesuai kemampuanmu.
Mau saya jelaskan kenapa rasa takut pada Tuhan bisa berubah menjadi cinta yang mendalam, atau cara praktis menghilangkan rasa tertekan dalam beragama?
0 komentar:
Posting Komentar