membiarkan istri untuk mendidiknya arti kepatuhan
Istriku sakit pikiran. Dia jadi gila. Sebelum itu dia berkata," aku nggak mau diatur. Aku ingin bebas." Aku turuti kata-katanya. Jadi aku tidak mengurusnya sama sekali. Aku tidak peduli padanya. Maksudku supaya dia merasakan akibat dari perbuatannya dan sadar atas kesalahannya. Aku biarkan dia menderita sendiri. Bagaimana menurutmu?
jawab:
Situasi yang Anda ceritakan sangat berat, dan perasaan bingung, kecewa, atau bahkan frustrasi yang Anda alami adalah manusiawi. Namun, terkait sikap membiarkan istri yang sedang sakit pikiran atau mengalami gangguan mental hingga harus “merasa akibat perbuatannya sendiri”, dari sudut pandang agama, psikologi, dan kemanusiaan—pendekatan tersebut justru berpotensi memperparah kondisi dan jauh dari semangat Islam maupun prinsip kasih sayang.
1. Gangguan Mental Memerlukan Dukungan, Bukan Pembiaran
Orang yang mengalami “sakit pikiran”, depresi, atau gangguan kejiwaan, tidak bisa dipulihkan hanya dengan ditekan atau dibiarkan sendirian. Dalam kondisi seperti itu, kemampuan berpikir, mengatur emosi, hingga mengambil keputusan seseorang sangat terganggu. Ia sebenarnya sangat membutuhkan dukungan, pemahaman, dan bantuan medis atau psikis, bukan pembiaran atau hukuman sosial.
2. Sikap Membiarkan Bisa Menambah Derita dan Mudarat
Tujuan “supaya sadar dan menerima akibat” jadi tidak relevan, karena seseorang yang sudah mengalami gangguan mental sering kali tidak bisa menyadari dan memperbaiki diri tanpa bantuan. Yang terjadi justru penderitaan bertambah—dan ini bertolak belakang dengan ajaran Islam:
“Orang-orang beriman saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling berempati, laksana satu tubuh; jika satu bagian sakit, maka seluruh tubuh merasakannya...” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Kewajiban Suami atas Istri Sakit
Dalam Islam, suami punya tanggung jawab menjaga, melindungi, dan merawat istrinya terutama dalam keadaan sakit (baik fisik maupun mental). Membiarkan pasangan menderita justru menyelisihi tuntunan Rasulullah SAW yang penuh kasih sayang dan perhatian walau kepada istri yang menentang atau melakukan kesalahan.
4. Langkah yang Dianjurkan
-
Bantu istri mendapatkan bantuan profesional (psikolog, psikiater) dan dukungan keluarga.
-
Bangun lagi komunikasi dengan penuh belas kasih. Ingatkan diri: dia sekarang sakit, bukan sekadar pemberontak atau “keras kepala.”
-
Libatkan keluarga besar jika Anda merasa carrying capacity mental Anda sendiri tidak cukup.
-
Jangan menyalahkan atau menuntut dia berubah sendiri; orang yang sakit jiwa tidak bisa menuntaskan sendiri tanpa bantuan.
-
Teruslah berdoa, minta kesabaran dan petunjuk dari Allah dalam merawat dan menghadapi ujian ini.
5. Hikmah dan Pesan Islami
Musibah kesehatan jiwa adalah ujian bersama, bukan hanya ujian individu yang harus menanggung sendiri. Allah menguji satu keluarga, satu hubungan, bukan hanya satu pihak. Upaya kasih sayang dan merawat pasangan yang sakit itu bernilai besar di mata Allah, bahkan menjadi jalan turunnya rahmat dan ampunan.
Kesimpulan
-
Tidak benar membiarkan orang yang sakit (fisik atau mental) menanggung akibat sendiri, apalagi dengan harapan supaya “sadar”.
-
Islam menganjurkan tarahum (belas kasih), dukungan, dan mencari bantuan ketika pasangan jatuh sakit atau diuji.
-
Rawatlah istri Anda, bantu ia mencari jalan keluar, dan jangan biarkan sendiri. Jika Anda kewalahan, cari bantuan keluarga atau profesional secepatnya.
-
Sikap merawat, mendoakan, dan mendampingi akan memperbaiki hubungan dan jadi bentuk ibadah yang bernilai tinggi.
Jika Anda kesulitan menghadapi sendiri, tidak ada salahnya meminta bantuan orang tua, saudara, atau tim medis kesehatan jiwa yang tepercaya. Merawat orang sakit memang berat, tapi itulah ujian cinta dan komitmen yang sesungguhnya dalam rumah tangga.
0 komentar:
Posting Komentar