antara dunia ini keras dan lunak
dalam buku "30 days" marc reklau mengajarkan untuk melepaskan keyakinan yang membatasi. salah satunya keyakinan bahwa "dunia ini keras". mengapa begitu? bukankah sebaliknya malah membuat manusia manja? misalnya berkeyakinan bahwa "dunia ini lunak dan mudah" malah membuat manusia hanya mau hidup mudah dan enaknya saja. tidak mau hidup susah, berusaha keras, menjalani masa sulit dan berjuang. bagaimana menurutmu?
Menarik sekali pembahasan tentang melepaskan keyakinan "dunia ini keras" dari buku Marc Reklau, dan kekhawatiran Anda bahwa itu bisa membuat manusia manja. Ini adalah poin yang sangat valid untuk didiskusikan.
Ada beberapa perspektif mengapa Reklau atau pemikir serupa mendorong kita untuk melepaskan keyakinan yang membatasi seperti "dunia ini keras," dan bagaimana itu tidak selalu berarti mendorong kemanjaan:
1. Perbedaan antara Realisme dan Pesimisme yang Melumpuhkan
Ketika seseorang berkeyakinan kuat bahwa "dunia ini keras," seringkali keyakinan ini bukan sekadar observasi realitas, melainkan bisa berubah menjadi pesimisme yang melumpuhkan. Keyakinan ini bisa memunculkan pikiran seperti:
"Percuma saja berusaha keras, hasilnya pasti akan sulit."
"Hidup memang begini, penuh penderitaan, tidak ada yang bisa diubah."
"Saya tidak akan pernah bisa mencapai apa pun karena dunia ini sangat sulit."
Keyakinan semacam ini, meskipun berakar dari pengalaman atau observasi, bisa menjadi self-fulfilling prophecy. Artinya, karena kita yakin dunia ini keras dan sulit, kita cenderung melihat setiap rintangan sebagai konfirmasi, bukannya sebagai tantangan yang bisa diatasi. Ini bisa menyebabkan kurangnya inisiatif, mudah menyerah, dan bahkan pasrah pada keadaan.
2. Mengubah Perspektif untuk Memicu Tindakan Positif
Alih-alih "dunia ini lunak dan mudah," pendekatan yang disarankan Reklau mungkin lebih kepada "dunia ini penuh potensi dan peluang, meskipun ada tantangan." Ini adalah perbedaan yang halus namun krusial.
Keyakinan "dunia ini keras" (versi negatif): Cenderung membuat kita mundur dan tidak bertindak karena takut akan kesulitan.
Keyakinan "dunia ini lunak dan mudah" (versi kemanjaan): Cenderung membuat kita menganggap remeh usaha dan tanggung jawab.
Keyakinan "dunia ini penuh potensi dan bisa dibentuk dengan usaha": Ini yang mungkin ingin Reklau sampaikan. Ini mengakui adanya tantangan, tetapi juga menekankan bahwa kita memiliki agen (kekuatan untuk bertindak) dan kemampuan untuk memengaruhi realitas kita.
Dengan melepaskan "dunia ini keras," tujuannya bukan untuk hidup dalam ilusi bahwa semuanya akan datang dengan mudah. Justru, tujuannya adalah membebaskan diri dari belenggu mental yang menghalangi kita untuk melihat solusi, peluang, dan potensi diri. Ketika kita tidak lagi terbebani oleh keyakinan yang membatasi, kita menjadi lebih termotivasi untuk:
Mencari solusi: Alih-alih mengeluh tentang masalah, kita mencari cara untuk mengatasinya.
Berani mengambil risiko: Karena kita tidak lagi takut gagal atau kesulitan.
Bertahan dalam kesulitan: Kita melihat kesulitan sebagai bagian dari proses, bukan sebagai tanda bahwa kita harus menyerah.
Melihat peluang: Di tempat orang lain melihat tembok, kita melihat pintu atau jendela.
3. Pentingnya Resiliensi, Bukan Kemanjaan
Konsep ini sama sekali tidak meniadakan pentingnya kerja keras, resiliensi, dan kemampuan menghadapi kesulitan. Justru sebaliknya. Ketika kita tidak lagi terperangkap dalam narasi "dunia ini keras dan saya tidak berdaya," kita akan memiliki lebih banyak energi mental dan emosional untuk:
Membangun resiliensi: Karena kita tahu tantangan akan datang, tetapi kita percaya pada kemampuan kita untuk mengatasinya.
Belajar dari kegagalan: Kegagalan tidak lagi menjadi bukti bahwa "dunia ini terlalu keras," tetapi kesempatan untuk tumbuh.
Menjalani masa sulit dengan optimisme: Kita tahu bahwa kesulitan adalah sementara dan bisa diatasi.
Analogi: Bayangkan seorang atlet yang yakin "pertandingan ini pasti berat dan aku akan kalah." Keyakinan ini akan melumpuhkannya. Berbeda dengan atlet yang berpikir "pertandingan ini akan menantang, tapi aku sudah berlatih keras dan aku punya peluang." Ini mendorongnya untuk berjuang, meskipun tahu pertandingannya akan sulit.
Kesimpulan
Jadi, kekhawatiran Anda bahwa melepaskan keyakinan "dunia ini keras" bisa membuat manja itu wajar dan perlu dipertimbangkan. Namun, tujuan sebenarnya dari ajaran ini bukanlah untuk menciptakan kemanjaan atau hidup dalam khayalan. Sebaliknya, ini adalah tentang mengubah pola pikir dari pesimisme yang melumpuhkan menjadi pola pikir yang memberdayakan, yang mendorong kita untuk aktif mencari solusi, berusaha keras, membangun resiliensi, dan pada akhirnya, menghadapi dunia dengan optimisme yang realistis dan produktif.
Ini adalah tentang kekuatan internal kita dalam menghadapi dunia, bukan tentang mengabaikan realitas tantangan yang ada.
Bagaimana menurut Anda, apakah perbedaan antara "pesimisme yang melumpuhkan" dan "perspektif yang memberdayakan" ini cukup menjelaskan?
0 komentar:
Posting Komentar