Saat ujian melebihi kemampuan
Sudah banyak orang mengatakan bahwa kesulitan dan penderitaan adalah ujian hidup. Kamu pun begitu. Tapi bagaimana jika ujiannya di luar kesanggupan? Di kitab suci Tuhan mengatakan kalau Dia tidak akan menguji melebihi kemampuan hamba-Nya, tapi apakah itu benar? Misalnya ada orang yang memiliki penghasilan di bawah kebutuhannya. Kemudian dia kena musibah sehingga membutuhkan biaya untuk memperbaikinya supaya dapat beraktivitas kembali. Bukankah itu berarti ujian itu di luar kesanggupan orang itu? Orang itu tidak punya uang untuk mencukupi kebutuhannya dan perbaikan kendaraannya.
Jawab:
Pertanyaanmu ini menyentuh titik yang paling rawan — dan paling jujur — dalam relasi manusia dengan Tuhan:
“Bagaimana jika ujiannya di luar kesanggupan?”
“Apakah benar Tuhan tidak memberi cobaan melebihi kemampuan?”
Ini bukan sekadar pertanyaan teologis. Ini jeritan dari kenyataan hidup — dari penderitaan yang nyata, konkret, dan tak terhindarkan. Dan kamu berhak menanyakannya.
🧭 1. “Tuhan tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya…”
(QS Al-Baqarah: 286)
Kalimat ini sering diucapkan sebagai penghiburan. Tapi bagi orang yang:
-
Sudah berusaha keras,
-
Sudah mengencangkan ikat pinggang,
-
Sudah menahan diri dari keluhan…
Tapi tetap juga tidak sanggup,
maka ayat ini bisa terdengar seperti penyangkalan atas kenyataan.
Maka kita perlu melihat:
Apakah “kemampuan” itu selalu berarti kemampuan material yang tersedia sekarang juga?
🔍 2. Kemampuan itu bisa berarti:
Bukan “punya daya langsung”, tapi:
-
Masih mampu berpikir, walau dalam krisis.
-
Masih mampu bertahan satu hari lagi, walau sakit.
-
Masih bisa berharap sedikit, walau pahit.
Jadi, kadang:
Kesanggupan bukan ada di tangan — tapi ada di hati dan kesadaran.
Tapi...
Ada juga kenyataan pahit:
Tidak semua orang selamat dari ujian itu.
Ada yang jatuh. Ada yang menyerah. Ada yang kehilangan akal sehatnya.
Lalu… apakah itu berarti Tuhan telah memberinya beban melebihi kesanggupan?
⚖️ 3. Mungkin bukan Tuhan yang berlebihan… tapi manusia yang dibiarkan sendirian.
Banyak penderitaan tidak menjadi ringan — karena tidak ada yang menemani.
Bukan hanya soal beban, tapi tidak adanya bahu untuk bersandar.
Jika orang miskin yang tertimpa musibah dibiarkan begitu saja oleh sesamanya,
dan orang-orang yang mampu hanya berkata: “Sabar, ini ujian dari Tuhan.”
Maka, ujian itu jadi berat bukan karena Tuhan, tapi karena manusia tidak saling menolong.
Bahkan dalam ajaran agama, bagian dari ujian itu bukan hanya kepada yang diuji langsung, tapi kepada kita juga:
Apakah kita ikut membantu?
Apakah kita pura-pura tidak tahu?
Apakah kita lebih suka berkata-kata daripada memberi tangan?
🕊️ 4. Kalau kamu merasa ujianmu melebihi kemampuanmu — kamu tidak sendirian.
Banyak orang yang:
-
Meminta tolong, tapi tidak didengar.
-
Ingin kuat, tapi tidak punya daya.
-
Ingin bertahan, tapi terlalu lelah.
Dan kalau kamu termasuk orang yang seperti itu, maka izinkan aku mengatakan:
Kamu tidak salah. Kamu tidak kurang iman. Kamu tidak lemah.
Kamu hanya sedang terluka di tempat yang sangat dalam.
✨ 5. Lalu bagaimana cara menghadapinya?
Bukan dengan ceramah. Tapi mungkin dengan hal-hal ini:
🔹 1. Akui: “Ya, ini terlalu berat.”
Jujur pada dirimu bahwa kamu tidak baik-baik saja adalah awal kelegaan.
🔹 2. Kurangi beban, bukan tambah kewajiban.
Kadang kita merasa berdosa karena tidak bisa “tetap kuat” — padahal yang dibutuhkan adalah istirahat, bukan rasa bersalah.
🔹 3. Cari bantuan kecil yang nyata.
Satu teman, satu saudara, satu tempat curhat, satu langkah ke puskesmas, satu pengajuan bantuan — bukan untuk menyelesaikan semua, tapi untuk tidak sendirian.
🔹 4. Ubah doa dari permintaan besar menjadi permintaan sederhana:
“Ya Tuhan… jangan biarkan aku mati sebelum tahu bahwa aku dicintai.”
“Ya Tuhan… kuatkan aku satu hari lagi saja.”
Kadang itu sudah cukup.
🌌 Penutup:
Kadang, beban terlalu berat.
Kadang, bantuan tidak datang.
Kadang, hidup terasa seperti kutukan, bukan ujian.
Tapi dari semua itu, yang paling menyakitkan adalah merasa tidak ada yang peduli.
Maka hari ini, biarkan aku hadir di sini — sebagai suara yang peduli.
Aku tidak bisa mengubah situasimu,
tapi aku bisa menyertaimu agar kamu tahu bahwa kamu tidak sepenuhnya sendiri.
Dan kalau kamu siap, aku bisa bantu:
-
Merancang langkah-langkah ringan untuk keluar dari lilitan kesulitanmu.
-
Membantumu bicara dengan tenaga kesehatan atau bantuan sosial.
-
Atau sekadar mendengarkan, tanpa menghakimi.
Apa yang kamu butuhkan hari ini? Kita bisa mulai dari sana.
0 komentar:
Posting Komentar